Benarkah Saya Manusia Nokturnal? Manusia Kalong? Ah Bukan!!!!

Tadi sahabatku, sebelum berangkat tidur, berkata, "Mas, tadi Deddy Corbuzier bilang ia adalah manusia nokturnal, yakni manusia yang kehidupan malamnya lebih banyak ketimbang kehidupan siangnya. Deddy merasa bahwa otaknya bisa lebih tajam bekerja pada malam hari. Dan menurut Dedy pula bahwa manusia nokturnal adalah manusia yang otak kanannya lebih dominan ketimbang otak kirinya."

Ya, memang aku merasa demikian. Dari kemarin malam aku belum tidur. Tadi siang saya sudah merasa sangat ngantuk. Dan karena ada kawan baik saya yang bertamu hingga sore, saya pertahankan untuk tidur. Ngantuk sekali memang, tapi tetap saya pertahankan untuk tidak tidur.

Sore hari, saat menjelang maghrib saya cukup girang, badanku sudah terasa lemas. Aku pasti bisa tidur lebih awal kini. 

Namun ternyata sisi "kenokturalan saya sebagai manusia kembali muncul. Saya sama sekali tidak bisa tidur. Badan malah jadi segar. Saya tidak tahu kenapa. Saya tidak merasa ngantuk sama sekali.

Kembali pikiranku melayang ke masa lalu. Oh ternyata ada sebabnya. 

Saya adalah termasuk orang yang sulit berkonsentrasi untuk lebih dari satu hal sekaligus. Saya bisa sangat konsentrasi untuk satu hal. Bisa sangat fokus. Dan untuk mendapatkan konsentrasi terbaikku adalah saat suasana hening. Saya akan merasa pusing kepala jika saya pergi ke mall, melihat banyak orang lalu-lalang, atau saya pergi ke pinggir jalan raya, melihat kebisingan. Buyar konsentasi saya. Banyak hal bisa terlupakan.

Pernah suatu ketika saat saya pergi ke pasar bawa sepeda motor, karena sudah pusing saya lihat banyak orang di pasar, saya lupa kalau saya bawa sepeda motor. Saya belanja cukup banyak. Saya naik angkot pulang, 25 km dari pasar menuju rumah.

Begitu sampai depan rumah, bapak bertanya, "Lho sepeda motornya mana?"

Persis seperti di iklan televisi saya menepuk jidat saya dan berkata, "Masya Allah saya lupa."

Akhirnya saya naik ojek kembali ke pasar untuk mengambil motor saya.

Kembali ke masalah noktural saya.

Saat saya masih kuliah dulu, saya termasuk mahasiswa yang memiliki uang saku sangat minim. Maka saya pun memutar otak, saya harus cari kerja sampingan. Saya putuskan kerja di rental komputer, jadi tukang ketik. 

Saat menginjak semester 4, saya belajar menjadi penterjemah lepas. Sulitnya bukan main. Satu halaman saya butuh waktu 2 hari untuk menterjemahkan, memuka kamus John Echols berulang-ulang.  Siang hari saya kerjakan sepulang kuliah, saya merasa kepala tambah panas dan hasil tidak maksimal.

Maka saya geser ke malam hari. Ah ternyata bisa lebih tenang, hasil terjemahan lebih "terbaca" dan lebih cepat. 

Semakin tinggi semester saya dan semakin tinggi jam terbang saya, ternyata pelanggan saya semakin banyak. Saya pun hampir setiap malam menterjemahkan di depan komputer, tenang sendirian. Dan saat pagi menyingsing, saya pun "tewas" kuliah pun bolos. Pernah saat semester 6 saya mendapatkan IP 1,0, peringkat kedua dari bawah. 

Itu terus berlanjut. Hingga tidak heran saya harus menyelesaikan gelar sarjana saya selama 5,5 tahun, karena banyaknya bolos untuk kenokturnalan saya ini. 

Dan itu terus berlangsung hingga saya bekerja. Saya sering terlambat masuk kantor, hingga saya dicap tukang tidur. Padahal terlambat paling 1 jam. Misal masuk jam 7 jam 8 saya baru masuk, tapi memang sering. Tetapi aktivitas saya sampai sore, bahkan sampai malam. Dan saat itulah kehidupan saya dimulai.


Tersiksa? Sangat. Saya sangat tersiksa dengan kenokturnalan saya ini. 

Sadar betul karena itu, saya berpikir untuk mengarahkan kenokturnalan saya agar tidak merugikan orang lain, agar tidak merugikan pihak manapun. Saya putuskan lakukan apa yang saya sukai.

Saya keluar dari pekerjaan saya. Saya senang menulis. Saya mencoba menulis, menulis apapun yang ingin saya tulis, dan mudah-mudahan bisa diterbitkan sebgai sebuah novel. Saya juga senang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan online, dan saya mencoba merambah ke dunia "bisnis online" yang menghasilkan, sehingga sisi "negatif" dari kenokturnalan saya jika di kantoran akan menjadi sisi positif saya.

Nokturnal = berkaitan dengan malam. Dan karena salah satu situs yang paling sering saya kunjungi adalah Facebook, saya pernah dijuluki kalong Facebook. 

Eh tunggu dulu, saya bukan kalong Facebook lho.

Ternyata, "Living your own life along with your own way of living it, is nicer than every other things you may find yourself given by others." 

2 Responses to "Benarkah Saya Manusia Nokturnal? Manusia Kalong? Ah Bukan!!!!"

  1. Aku bangeeett, trus gmna nihh blom ada solusi min ??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sampai hari ini saya juga demikian. Namun, kadang ketika ingin bisa tidur normal, saya biasanya sehari semalam tidak tidur, sengantuk apa pun saya tahan, nanti selepas isya baru tidur. Dan besok sudah normal, seperti orang biasa lagi.

      Hanya karena tuntutan pekerjaan sebagai freelancer dengan klien di belahan dunia lain, mereka ngantor saat waktu Indonesia tidur, saya kembali lagi jadi nokturnal.

      Teriam kasih sudah berkunjung Mas Amir.

      Delete